![]() |
Pesawat Tempur Rusia |
Kesimpulan atas perdebatan mengenai alasan sesungguhnya perintah Vladimir Putih, sebagai panglima tertinggi, untuk menurunkan dan memfokuskan kembali operasi militer di Suriah mungkin hanya bisa diketahui oleh sejarawan masa depan. Sepertinya, ini adalah teka-teki yang terbungkus sebuah puzzle geopolitik.
Dari permukaan, semuanya terlihat cukup meyakinkan. Presiden Rusia mengumumkan penarikan kontingen utama militer Rusia sehubungan fakta bahwa (secara umum) operasi militer telah ‘mencapai tujuannya’ dan para diplomat kini menggulirkan bola untuk pelaksanaan dialog inter-Suriah demi mengakhiri perang sipil.
Moskow mendorong gagasan untuk melibatkan semua peserta ‘drama nasional’ di Suriah, termasuk Kurdistan Suriah, agar dilibatkan dalam negosiasi terkait masa depan negara tersebut. “Jelas bahwa dialog tersebut harus melibatkan seluruh spektrum kekuatan politik Suriah. Jika tidak, hal itu tak bisa disebut forum representatif,” kata Lavrov.
Sama seperti kelompok Alawi dan Sunni yang loyal terhadap al-Assad, Kurdistan Suriah harus berterima kasih pada Moskow karena membalikkan gelombang perang ke pihak mereka. Hal ini bisa menjadi penjelasan kunci mengenai pemalingan wajah di tengah bisnis perang yang belum selesai.
Mengonsolidasi Pertumbuhan dan Memastikan Keuntungan
jika ada, apa yang mungkin menjadi motif tersembunyi Moskow? Apakah ketakutan akan munculnya pergesekan langsung dengan ‘jejak sepatu’ Turki dan Saudi menjadi peringatan yang terwujud?
Atau ini adalah langkah yang dikalkulasikan secara hati-hati untuk mengamankan keuntungan bagi keterlibatan militer dan diplomatik dalam perang sipil Suriah?
Logika motif Moskow bisa mengikuti konsep ini: mari berdampingan dengan mitra pendukung gencatan saat ini (AS) atau mendukung federalisasi Suriah dengan rezim baru di Damaskus bisa jadi bersahabat dan kurang lebih menerima kepentingan strategis Moskow di Kurdistan Suriah.
Grigory Kosach, pakar politik dunia Arab dan profesor di Universitas Negeri Rusia untuk Kemanusiaan, menyampaikan pendapatnya mengenai pilihan antara dua asumsi tersebut.
“Saya lebih banyak substansi pada pilihan kedua. Moskow mungkin hendak mengamankan pengaruhnya terhadap pemerintah yang dapat mengontrol dua wilayah besar. Satu terbentang dari Damaskus hingga Aleppo di sepanjang pesisir Laut Tengah, dan lainnya mencakup wilayah utara yang dihuni sebagian besar oleh Kurdi. Hal itu akan menetapkan ‘jumlah hadiah’ dan mungkin cukup memadai.”
Bagaimana hal itu berkaitan dengan tujuan awal untuk menumpas ISIS dan kelompok teroris lainnya? “Bisa dikatakan keterlibatan militer Rusia mencegah para pejihad tersebut merebut bagian yang signifikan dari Suriah,” kata Profesor Kosach.
Mungkin, Moskow harus mencapai tujuannya jika itu menyiratkan imbalan sebagai penengah perdamaian dan penyelesai konfik di wilayah yang paling spesial di dunia. Moskow telah membuktikan narasinya yang kerap diulang-ulang: dalam konteks konflik regional yang masih berada di jangkauan perbatasan Rusia, negara tersebut memiliki pengaruh besar terhadap pihak yang berperang dan menyiapkan panggung penyelesaian.
Mundur atau Ditarik?
Bagi kelompok skeptikal, penurunan keterlibatan militer Rusia di tengah permusuhan yang masih berkecamuk antara kedua pihak dalam perang sipil Suriah dapat diintepretasikan sebagai pengakuan diam-diam akan kekalahan. Hal tersebut ialah langkah mundur.
Bagi loyalis, hal itu membuktikan bahwa strategi jalur-ganda (memperkuat otot militer rezim Assad dan melibatkan lawan moderatnya dalam diplomasi) telah terbayar.
Bagi kelompok tersebut, ini adalah penarikan. Ini sesuai dengan perbedaan tradisional bahwa ‘mundur’ menyiratkan kabur secara pengecut. Penarikan, sebaliknya, merupakan langkah terencana dengan tujuan jangka panjang. Seperti pepatah mengatakan, “Saya tak mundur, ini adalah.... sebuah penarikan strategis!”
Sementara, terkait waktu yang dipilih untuk penarikan pasukan, ini menunjukkan taktik cerdik makelar saham: membeli saham saat jatuh dan menjualnya saat menanjak naik.
Sumber : http://ruskarec.ru/