![]() |
Direktur Imparsial Al Araf |
Direktur The Indonesia Human Rights Monitor (Imparsial) Al Araf mengatakan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat sebaiknya membuat Undang-Undang tentang Perbantuan Tentara Nasional Indonesia ketimbang memaksa memasukkan pelibatan TNI ke Rancangan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Terorisme. Sebab, pelibatan TNI sudah tertuang dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, Pasal 7 ayat 2 dan 3.
"Sesuai dengan TAP MPR Nomor 7 Tahun 2000, pemerintah dan DPR diperintahkan membuat UU Perbantuan," kata Al Araf di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Senin, 25 Juli 2016.
UU Perbantuan ini ditujukan untuk menjadi turunan dari Pasal 7 ayat 2 dan 3 dalam UU TNI tersebut, yang menjelaskan operasi nonperang TNI. UU Perbantuan akan mengatur apa yang diperbolehkan dan dilarang soal pelibatan TNI. "Dalam kondisi apa, dana dari mana, pengerahan, mobilisasi dan tujuannya seperti apa, dan lainnya," ucap Al Araf.
Bagaimanapun, kata Al Araf, pelibatan TNI tidak dapat dicampur ke dalam RUU Terorisme. Sebab, RUU Terorisme menggunakan pendekatan penegakan hukum, sedangkan pelibatan TNI merupakan pendekatan model perang. "Akan jadi problem," ucap Al Araf.
Politikus dari Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani, berujar dalam RUU Terorisme ini harus dirumuskan betul dalam situasi apa pelibatan TNI diperlukan. "Jadi, undang-undang ini tidak memberikan cek kosong," tuturnya saat dihubungi Tempo.
Anggota Panitia Khusus RUU Terorisme ini mengatakan partainya setuju dengan konsep perbantuan yang tertuang dalam Pasal 43B ayat 2. Pasal tersebut berbunyi TNI berfungsi memberikan bantuan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Sumber : https://nasional.tempo.co/read/news/2016/07/25/078790219/soal-tni-terorisme-dpr-disarankan-buat-ruu-perbantuan-tni
"Sesuai dengan TAP MPR Nomor 7 Tahun 2000, pemerintah dan DPR diperintahkan membuat UU Perbantuan," kata Al Araf di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Senin, 25 Juli 2016.
UU Perbantuan ini ditujukan untuk menjadi turunan dari Pasal 7 ayat 2 dan 3 dalam UU TNI tersebut, yang menjelaskan operasi nonperang TNI. UU Perbantuan akan mengatur apa yang diperbolehkan dan dilarang soal pelibatan TNI. "Dalam kondisi apa, dana dari mana, pengerahan, mobilisasi dan tujuannya seperti apa, dan lainnya," ucap Al Araf.
Bagaimanapun, kata Al Araf, pelibatan TNI tidak dapat dicampur ke dalam RUU Terorisme. Sebab, RUU Terorisme menggunakan pendekatan penegakan hukum, sedangkan pelibatan TNI merupakan pendekatan model perang. "Akan jadi problem," ucap Al Araf.
Politikus dari Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani, berujar dalam RUU Terorisme ini harus dirumuskan betul dalam situasi apa pelibatan TNI diperlukan. "Jadi, undang-undang ini tidak memberikan cek kosong," tuturnya saat dihubungi Tempo.
Anggota Panitia Khusus RUU Terorisme ini mengatakan partainya setuju dengan konsep perbantuan yang tertuang dalam Pasal 43B ayat 2. Pasal tersebut berbunyi TNI berfungsi memberikan bantuan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Sumber : https://nasional.tempo.co/read/news/2016/07/25/078790219/soal-tni-terorisme-dpr-disarankan-buat-ruu-perbantuan-tni