Erdoğan Temui Putin, Barat ‘Khawatir’ dengan Perbaikan Hubungan Rusia-Turki - Radar Militer

07 Agustus 2016

Erdoğan Temui Putin, Barat ‘Khawatir’ dengan Perbaikan Hubungan Rusia-Turki

Erdoğan Temui Putin
Erdoğan Temui Putin
Sekutu-sekutu NATO Turki tengah mewaspadai pertemuan antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan mendatang dengan kecemasan, tulis media Rusia Sputnik. Kunjungan Erdoğan ke Rusia dianggap sebagai tanda perbaikan hubungan antara kedua negara.
Pertemuan antara Putin dan Erdoğan yang dijadwalkan berlangsung pada Selasa (9/8) mendatang, harus ditafsirkan sebagai sinyal rekonsiliasi antara kedua negara. Negara-negara Barat yang sudah lebih dulu ketakutan dengan penangkapan massal menyusul gagalnya upaya kudeta di Turki, memiliki segela alasan untuk khawatir mengenai perkembangan ini, tulis majalah berita Swiss L'Hebdo.
Sementara Uni Eropa masih enggan mengakui Turki (sebagai bagian dari mereka -red.) dan AS menolak untuk menyerahkan tersangka dalang di balik percobaan kudeta baru-baru ini, prospek aliansi dengan Rusia menjadi lebih menarik bagi Ankara, tulis Sputnik.
Setelah gagalnya upaya kudeta, hubungan Turki-Rusia dengan cepat berubah menjadi lebih baik," tulis L'Hebdo.
Selain itu, ada rumor yang menyebutkan bahwa Rusia sebenarnya telah memperingatkan presiden Turki terkait kudeta beberapa jam sebelum tim komando pemberontak menyerbu hotel tempat Erdoğan tinggal, dan pernyataan yang dikeluarkan Menteri Luar Negeri Turki Mevlüt Çavuşoğlu, menurut L'Hebdo, rupanya semakin memperkuat teori ini.
"Selama percobaan kudeta, Rusia memberi kami dukungan penuh dan tanpa syarat. Kami berterima kasih kepada Presiden Vladimir Putin dan seluruh pemerintah Rusia. Rusia bukan hanya teman dan tetangga dekat kami, tapi juga mitra strategis Turki," kata sang menteri menyatakan.
Militer Turki yang berjumlah 315.000 personel adalah kekuatan bersenjata kedua paling besar di NATO. Turki sendiri terletak "di lokasi yang strategis di perbatasan antara Barat dan Dunia Arab, Kaukasus, dan Rusia", tulis L'Hebdo. Terkait perang di Suriah, koalisi anti-ISIS pimpinan AS sangat bergantung pada infrastruktur militer Turki — khususnya dalam hal penggunaan Pangkalan Udara Incirlik — demi keberlangsungan kampanye militer mereka melawan kelompok teroris.
Erdoğan tidak mungkin mempertimbangkan untuk menarik negaranya dari NATO. Namun, dengan mempertahankan hubungan persahabatan dengan Putin, pemimpin Turki mengirimkan sinyal yang jelas bahwa ia tidak akan membiarkan dirinya diintimidasi.
Dalam hal konflik di Suriah, pada awalnya Rusia dan Turki mendukung sisi yang berlawanan. Namun kini, Erdoğan tampaknya tak lagi percaya bahwa mendukung pemberontak di Suriah adalah ide yang bagus. Niatnya untuk mencegah pembentukan negara Kurdistan tepat di sebelah perbatasan Turki membuat bantuan Putin cukup diinginkan. Oleh karena itu, kedua negara sekarang tampaknya memiliki lebih banyak alasan untuk berdamai satu sama lain, terlepas dari perkembangan ini secara signifikan dapat mengubah keseimbangan kekuasaan di Suriah.
Turki Merapat ke Rusia
Saat hubungan Turki dengan negara-negara Barat menegang, pascakudeta gagal di Turki 15 Juli lalu, Presiden Recep Tayyip Erdogan akan melakukan perjalanan ke Rusia pada Selasa (9/8). Dalam kunjungannya tersebut, Erdogan akan menemui Presiden Rusia Vladimir Putin.
Hubungan Turki dengan Moskow memang telah mencair, setelah sebelumnya Rusia menjatuhkan sanksi perdagangan karena jet tempur mereka ditembak jatuh dekat perbatasan Turki-Suriah. Kunjungan Erdogan kali ini 'bertepatan' dengan meregangnya hubungan Ankara dengan negara Barat.
Erdogan dan banyak warga Turki marah dengan kekhawatiran Barat akan tindakan mereka terhadap pelaku kudeta, tapi mengabaikan apa yang mereka sebut peristiwa berdarah sebelumnya. Pemerintah Turki juga menyalahkan kudeta pada para pengikut Fethullah Gulen yang kini berada di pengasingan di Amerika Serikat.
Ketegangan dengan Barat meningkat ketika Menteri Luar Negeri Jerman mengatakan tak bisa berdiskusi dengan Turki karena seperti pembicaraan 'dua planet berbeda'. Kanselir Austria juga menyarankan diakhirinya pembicaraan keanggotaan Turki di Uni Eropa.
Menurut mantan diplomat Turki dan analis di lembaga think tank Carnegie Eropa, Sinan Ulgen, bagi Erdogan pertemuan dengan Putin menjadi kesempatan untuk memberikan sinyal ke Barat bahwa mereka memilih strategis pilihan lain.
"Ada persepsi bahwa Turki secara strategis bisa condong ke Rusia jika hubungan dengan Barat tak bisa dipertahankan. Ada juga insentif Rusia yang menggunakan krisis antara Turki dengan Barat sebagai cara melemahkan kekompakkan NATO," kata Ulgen.
Pertemuan Erdogan dengan Putin akan menjadi pertemuan kedua Erdogan dengan kepala negara asing sejak kudeta. Pada Jumat (5/8), Erdogan menjamu Presiden Kazakhstan yang berkunjung ke Ankara. Para pejabat Turki mempertanyakan, mengapa tak ada pemimpin negara Barat yang datang menunjukkan solidaritas.
Direktur Umum lembaga think tank yang dekat dengan Kementerian Luar Negeri Rusia, Russian International Affairs Council, Andrey Kortunov mengatakan, kudeta telah membuat Turki lebih dekat dengan Rusia. Namun menurutnya, kedua negara masih memiliki perbedaan serius.
Banyak hal yang bertentangan antara Turki dan Rusia, di antaranya, Rusia merupakan pendukung Bashar al-Assad, sementara Turki ingin ia digulingkan. Kemudian masalah di Kaukasus Selatan di mana Turki mendukung Azerbaijan sementara Rusia merupakan sekutu Armenia.
"Pertemuan antara Putin dan Erdogan akan menunjukkan seberapa jauh kedua belah pihak bersedia berkompromi. Pertanyaannya adalah apakah saat-saat penurunan ketegangan ini bisa diterjemakan dalam kemitraan yang lebih strategis?" kata Kortunov.
Sementara itu, Amerika Serikat kemungkinan akan mengawasi dengan cermat hubungannya dengan Ankara. Terlebih setelah Erdogan menuduh Gulen yang mendapat suaka di AS sebagai dalang kudeta.
Menteri Luar Negeri AS John Kerry diperkirakan akan mengunjungi Turki akhir Agustus ini.
embicaraan mereka tampaknya akan menjadikan masalah Gulen sebagai agenda utama.
Mantan duta besar Turki untuk AS Faruk Logoglu mengatakan, saat-saat seperti ini secara psikologis warga Turki berharap mendapat ekspresi solidaritas dan kebersamaan. Namun mereka tak mendapatkannya dari negara-negara Barat.
Sementara ditanya mengenai perjalanan Erdogan ke Rusia, Logoglu mengatakan ini memang bisa ditafsirkan sebagai sinyal ke Barat. Namun ia meragukan Turki akan sepenuhnya ke Rusia dan merusak hubungannya dengan AS secara abadi.
"Hubungan Turki-Amerika seperti perkawinan Katolik, tidak ada perceraian, kedua belah pihak saling membutuhkan," katanya.
Sementara itu, pembantu kebijakan luar negeri Putin, Yuri Ushakov mengatakan, Suriah akan menjadi topik utama pada pertemuan dengan Erdogan. TurkStream, proyek listrik tenaga nuklir dan dimulainya kembali penerbangan Rusia ke Turki juga akan dibahas dalam pertemuan kedua kepala negara.
Sumber : http://indonesia.rbth.com/news/2016/08/06/erdogan-temui-putin-barat-khawatir-dengan-perbaikan-hubungan-rusia-turki_618705
http://internasional.republika.co.id/berita/internasional/global/16/08/06/obh8za361-turki-merapat-ke-rusia-part1

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda

- Berkomentarlah yang sopan dan bijak sesuai isi artikel/ berita;
- Dilarang berkomentar SPAM, SARA, Politik, Provokasi dsb