Pada Rabu (17/4/2019), Menteri Pertahanan Jepang Takeshi Iwaya mengatakan bahwa pesawat tempur siluman F-35A Lightning II JSF (Joint Strike Fighter) milik Angkatan Udara Jepang, telah melakukan tujuh kali pendaratan darurat (precautionary landings) sebelum salah satu di antaranya jatuh dan hilang pada 9 April 2019, 84 mil di timur Pangkalan Udara Misawa di prefektur Aomori.
![]() |
F-35A AU Jepang |
Precautionary landings adalah kondisi yang memaksa penerbang untuk mendaratkan pesawatnya guna menghindari hal lebih buruk terjadi.
Juru bicara AU Jepang (JASDF) juga mengonfirmasi di hari yang sama, pencarian pesawat beserta penerbangnya yang sangat berpengalaman yaitu Mayor Akinori Hosomi masih berlangsung.
Mayor Hosomi mengantongi lebih dari 3.200 jam terbang.
Sebagai perbandingan, penerbang AU AS rata-rata saat ini mengantongi 17,8 jam terbang per bulannya dengan total sekitar 213 jam setahun.
Pesawat yang hilang yang merupakan F-35A pertama dirakit di Jepang, telah melakukan dua dari tujuh pendaratan pencegahan.
Menurut surat kabar Mainichi seperti dikutip sputniknews.com, F-35 yang hilang telah mendiagnosis masalah dengan sistem pendingin dan navigasi. Menyusul kecelakaan, tim SAR gabungan AS dan Jepang berhasil menemukan bagian ekor pesawat sekitar 80 mil lepas pantai dari Misawa
“Penyebabnya belum diidentifikasi, dan belum ada informasi spesifik yang cukup untuk mengubah kebijakan seperti sekarang, yang berarti tidak ada perubahan dalam rencana akuisisi yang diputuskan pada akhir tahun lalu,” ujar Iwaya seperti dilaporkan Stars and Stripes.
Sebelumnya Takeshi mengatakan bahwa pesawat tempur F-35A mengandung sejumlah besar rahasia yang perlu dilindungi.
Sebelumnya diberitakan, China dan Rusia sepertinya sama-sama memiliki keinginan yang kuat untuk mendapatkan puing-puingi F-35.
Bahkan dalam bahasanya, Profesor Akira Kato dari Universitas Oberlin JF Tokyo mengatakan, sekalipun hanya “sebutir baut” dari pesawat tercanggih itu, China dan Rusia akan memburunya.
“Karena itu jika Jepang dan AS menemukan pesawatnya, mereka mungkin tidak akan ungkap rincian, termasuk lokasinya, karena khawatir China dan Rusia mencoba untuk mengumpulkannya (puing),” tambah Kato.
Agustus tahun lalu, lembaga nonprofit Project On Government Oversight (POGO) mengklaim bahwa pejabat senior yang mengembangkan F-35 JSF telah menyembunyikan cacat berbahaya (dangerous flaws) di pesawat yang alih-alih memperbaikinya.
Menurut sebuah dokumen yang diperoleh POGO, pejabat F-35 telah mengelompokkan kembali kesalahan desain utama alih-alih memperbaikinya, untuk mengklaim bahwa mereka telah menyelesaikan tahap pengembangan program.
Sementara menurut penilaian Pentagon yang dirilis Januari 2019, disebutkan bahwa program F-35 memiliki banyak kerentanan yang belum diatasi dan perbaikan “masih belum diterjemahkan ke dalam peningkatan kesiapan”.
Adapun pesawat tempur F-35B, salah satu dari tiga varian F-35, memiliki masalah dengan Autonomic Logistics Information System (ALIS), computerized maintenance tool yang mentransmisikan “informasi tindakan kesiapan dan perawatan pesawat ke pengguna yang tepat,” menurut Lockheed Martin.
Selain itu, F-35B memiliki masalah dengan akurasi yang “tidak dapat diterima” dalam sistem senjata yang digunakan dalam serangan udara ke darat.
Masalah lain dengan F-35B termasuk ban yang terlalu cepat aus, corong (probe) pengisian bahan bakar yang putus saat penerbangan dan sistem life support yang tidak memberikan oksigen memadai untuk pilot selama penerbangan. (Beny Adrian)
Sumber : mylesat.com