Story: Hr. Ms Karel Doorman (R81) AL Belanda (Koninklijke Marine) Pernah Jadi Target Operasi Tu-16KS-1 Bagder TNI AU - Radar Militer

04 Mei 2019

Story: Hr. Ms Karel Doorman (R81) AL Belanda (Koninklijke Marine) Pernah Jadi Target Operasi Tu-16KS-1 Bagder TNI AU


Hr. Ms Karel Doorman (R81) adalah kapal Induk Angkatan Laut Kerajaan Belanda (Koninklijke Marine) satu-satunya yang pernah beroperasi di Wilayah Perairan Indonesia tepatnya di Papua Barat untuk mempertahankan kolonialisme di Bumi Papua.
Kapal Induk Hr. Ms Karel Doorman (R81) oleh Pemerintah Kerajaan Belanda disiapkan untuk mendukung bercokolnya Belanda di Bumi Papua menghadapi serangan dari Militer Indonesia yang berusaha merebut Papua Barat dari pendudukan Belanda yang ingkar janji untuk mengembalikan Wilayah Papua Barat sesuai perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) tahun 1949 di di Den Haag Belanda secara damai.
Hr. Ms Karel Doorman (R81) AL Belanda
Hr. Ms Karel Doorman (R81) AL Belanda 
Militer Indonesia tentu tidak tinggal diam, dengan dicetuskannya Operasi Trikora (Tri Komando Rakyat) untuk menggabungkan wilayah Papua bagian barat. Pada tanggal 19 Desember 1961 oleh Presiden Soekarno di Alun-alun Utara Yogyakarta. Presiden Soekarno juga membentuk Komando Mandala. Mayor Jenderal Soeharto diangkat sebagai panglima. Tugas komando ini adalah merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer untuk menggabungkan Papua bagian barat dengan Indonesia.
Sebelum Operasi Trikora diputuskan, Indonesia mulai mencari bantuan senjata dari luar negeri, Indonesia mencoba meminta bantuan dari Amerika Serikat, namun gagal. lalu pada bulan Desember 1960, Jenderal A. H. Nasution pergi ke Moskow, Uni Soviet, dan akhirnya berhasil mengadakan perjanjian jual-beli senjata dengan pemerintah Uni Soviet senilai 2,5 miliar dollar AS dengan persyaratan pembayaran jangka panjang.
Setelah pembelian besar-besaran ini, Indonesia memiliki Angkatan Udara terkuat di belahan bumi selatan. Awalnya Amerika Serikat tidak mendukung penyerahan Papua Barat ke Indonesia karena Bureau of European Affairs di Washington, DC. AS menganggap hal ini akan "menggantikan penjajahan oleh kulit putih dengan penjajahan oleh kulit coklat". Tapi pada bulan April 1961, Robert Komer dan McGeorge Bundy mulai mempersiapkan rencana agar PBB memberi kesan bahwa penyerahan kepada Indonesia terjadi secara legal.
Walaupun ragu, Presiden John F. Kennedy akhirnya mendukung hal ini karena iklim Perang Dingin saat itu dan kekhawatiran bahwa Indonesia akan meminta pertolongan pihak komunis Soviet bila tidak mendapat dukungan AS.
Indonesia membeli berbagai macam peralatan militer, antara lain 41 helikopter MI-4 (angkutan ringan), 9 helikopter MI-6 (angkutan berat), 30 pesawat jet MiG-15, 49 pesawat buru sergap MiG-17, 10 pesawat buru sergap MiG-19, 20 pesawat pemburu supersonik MiG-21, 12 kapal selam kelas Whiskey, puluhan korvet, dan 1 buah Kapal penjelajah kelas Sverdlov (yang diberi nama sesuai dengan wilayah target operasi, yaitu KRI Irian).
Dari jenis pesawat pembom, terdapat sejumlah 22 pesawat pembom ringan Ilyushin Il-28, 14 pesawat pembom jarak jauh Tu-16, dan 12 pesawat Tu-16KS-1 Bagder versi maritim yang dilengkapi dengan persenjataan peluru kendali anti kapal (rudal) air to surface jenis AS-1 Kennel. Sementara dari jenis pesawat angkut terdapat 26 pesawat angkut ringan jenis IL-14 dan AQvia-14, 6 pesawat angkut berat jenis Antonov An-12B buatan Uni Soviet dan 10 pesawat angkut berat jenis C-130B Hercules buatan Lokheed Martin AS.
Indonesia mendekati negara-negara lain seperti India, Pakistan, Australia, Selandia Baru, Thailand, Britania Raya, Jerman, dan Prancis agar mereka tidak memberi dukungan kepada Belanda jika pecah perang antara Indonesia dan Belanda. Dalam Sidang Umum PBB tahun 1961, Sekjen PBB U Thant meminta Ellsworth Bunker, diplomat dari Amerika Serikat, untuk mengajukan usul tentang penyelesaian masalah status Papua bagian barat. Bunker mengusulkan agar Belanda menyerahkan Papua bagian barat kepada Indonesia melalui PBB dalam jangka waktu 2 tahun.
Pada tanggal 27 Desember 1958, Presiden Soekarno mengeluarkan UU nomor 86 tahun 1958 tentang nasionalisasi semua perusahaan Belanda di Indonesia. Perusahaan-perusahaan yang dinasionalisasi seperti:
  1. Perusahaan Perkebunan
  2. Nederlandsche Handel-Maatschappij
  3. Perusahaan Listrik
  4. Perusahaan Perminyakan
  5. Rumah Sakit (CBZ) menjadi RSCM

Dan kebijakan-kebijakan lain seperti:
  1. Memindahkan pasar pelelangan tembakau Indonesia ke Bremen (Jerman Barat)
  2. Aksi mogok buruh perusahaan Belanda di Indonesia
  3. Melarang KLM (maskapai penerbangan Belanda) melintas di wilayah Indonesia
  4. Melarang pemutaran film-film berbahasa Belanda

Sesuai dengan perkembangan situasi Trikora diperjelas dengan Instruksi Panglima Besar Komodor Tertinggi Pembebasan Irian Barat No.1 kepada Panglima Mandala yang isinya sebagai berikut:
  • Merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer dengan tujuan mengembalikan wilayah Irian Barat ke dalam kekuasaan Republik Indonesia.
  • Mengembangkan situasi di Provinsi Irian Barat sesuai dengan perjuangan di bidang diplomasi dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya di Wilayah Irian Barat dapat secara de facto diciptakan daerah-daerah bebas atau ada unsur kekuasaan/ pemerintah daerah Republik Indonesia.
  • Strategi yang disusun oleh Panglima Mandala guna melaksanakan instruksi tersebut.
  • Tahap Infiltrasi (penyusupan) (sampai akhir 1962),yaitu dengan memasukkan 10 kompi di sekitar sasaran-sasaran tertentu untuk menciptakan daerah bebas de facto yang kuat sehingga sulit dihancurkan oleh musuh dan mengembangkan pengusaan wilayah dengan membawa serta rakyat Irian Barat.
  • Tahap Eksploitasi (awal 1963),yaitu mengadakan serangan terbuka terhadap induk militer lawan dan menduduki semua pos-pos pertahanan musuh yang penting.
  • Tahap Konsolidasi (awal 1964),yaitu dengan menunjukkan kekuasaan dan menegakkan kedaulatan Republik Indonesia secara mutlak di seluruh Irian Barat.
  • Pelaksanaannya Indonesia menjalankan tahap infiltasi, selanjutnya melaksanakan operasi Jayawijaya, tetapi sebelum terlaksana pada 18 Agustus 1962 ada sebuah perintah dari presiden untuk menghentikan tembak-menembak.
  • Presiden Soekarno membentuk Komando Mandala, dengan Mayjen Soeharto sebagai Panglima Komando. Tugas komando Mandala adalah untuk merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer untuk menggabungkan Papua bagian barat dengan Indonesia.

Untuk menambah kekuatan militer di laut Belanda mengirimkan kapal induk Hr. Ms Karel Doorman (R81) ke Papua Barat. Angkatan Laut Belanda (Koninklijke Marine) menjadi tulang punggung pertahanan di perairan Papua bagian barat, dan sampai tahun 1950, unsur-unsur pertahanan Papua Barat terdiri dari:
  1. Koninklijke Marine (Angkatan Laut Kerajaan Belanda)
  2. Korps Mariniers
  3. Marine Luchtvaartdienst

Keadaan ini berubah sejak tahun 1958, di mana kekuatan militer Belanda terus bertambah dengan kesatuan dari Koninklijke Landmacht (Angkatan Darat Belanda) dan Marine Luchtvaartdienst. Selain itu, batalyon infantri 6 Angkatan Darat merupakan bagian dari Resimen Infantri Oranje Gelderland yang terdiri dari 3 batalyon yang ditempatkan di Sorong, Fakfak, Merauke, Kaimana, dan Teminabuan.
Pertempuran Laut Aru pecah pada tanggal 15 Januari 1962, ketika 3 kapal milik Indonesia yaitu KRI (RI) Macan Kumbang, KRI (RI) Macan Tutul yang membawa Komodor Yos Sudarso, dan KRI (RI) Harimau yang dinaiki Kolonel Sudomo, Kolonel Mursyid, dan Kapten Tondomulyo, berpatroli pada posisi 4°49' LS dan 135°02' BT. Menjelang pukul 21:00 WIT, Kolonel Mursyid melihat tanda di radar bahwa di depan lintasan 3 kapal itu, terdapat 2 kapal di sebelah kanan dan sebelah kiri. Tanda itu tidak bergerak, di mana berarti kapal itu sedang berhenti. Ketika 3 KRI melanjutkan laju mereka, tiba-tiba suara pesawat jenis Neptune yang sedang mendekat terdengar dan menghujani KRI itu dengan bom dan peluru yang tergantung pada parasut.
Kapal Belanda menembakan tembakan peringatan yang jatuh di dekat KRI Harimau. Kolonel Sudomo memerintahkan untuk memberikan tembakan balasan, namun tidak mengenai sasaran. Akhirnya, Yos Sudarso memerintahkan untuk mundur, namun kendali KRI Macan Tutul macet, sehingga kapal itu terus membelok ke kanan. Kapal Belanda mengira itu merupakan manuver berputar untuk menyerang, sehingga kapal itu langsung menembaki KRI Macan Tutul. Komodor Yos Sudarso gugur pada pertempuran ini setelah menyerukan pesan terakhirnya yang terkenal, "Kobarkan semangat pertempuran".
Singkat cerita karena kekhawatiran bahwa pihak komunis akan mengambil keuntungan dalam konfik ini, Amerika Serikat mendesak Belanda untuk berunding dengan Indonesia. Karena usaha ini, tercapailah persetujuan New York pada tanggal 15 Agustus 1962. Pemerintah Australia yang awalnya mendukung kemerdekaan Papua, juga mengubah pendiriannya, dan mendukung penggabungan dengan Indonesia atas desakan AS.
Pada tanggal 15 Agustus 1962, perundingan antara Indonesia dan Belanda dilaksanakan di Markas Besar PBB di New York. Pada perundingan itu, Indonesia diwakili oleh Soebandrio, dan Belanda diwakili oleh Jan Herman van Roijen dan C.W.A. Schurmann. Isi dari Persetujuan New York adalah:
Belanda akan menyerahkan pemerintahan Papua bagian barat kepada United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA), yang didirikan oleh Sekretaris Jenderal PBB. UNTEA kemudian akan menyerahkan pemerintahan kepada Indonesia.
Dengan adanya perundingan antara Indonesia dan Belanda melalui berbagai proses yang dilalui akhirnya Papua Barat kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi dan peperangan terbuka antara Indonesia dan Belanda tidak terjadi. Kalau saja perang terbuka pecah tidak menutup kemungkinan kapal induk satu-satunya milik AL Kerajaan Belanda menjadi target untuk ditenggelamkan pesawat pembom jarak jauh Tu-16KS-1 Bagder TNI AU dengan peluru kendali anti-permukaan (kapal) AS-1 Kennel.
Sumber : TSM

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda

- Berkomentarlah yang sopan dan bijak sesuai isi artikel/ berita;
- Dilarang berkomentar SPAM, SARA, Politik, Provokasi dsb